Review Komik Jujutsu Kaisen. Pada 19 Oktober 2025 ini, saat angin musim gugur mulai berhembus di Tokyo, dunia komik kembali diramaikan oleh gelombang nostalgia dan antisipasi segar dari Jujutsu Kaisen. Baru seminggu lalu, chapter keenam dari spin-off berjudul Modulo dirilis, membangkitkan karakter ikonik seperti Mahito dalam panel misterius yang bikin fans heboh di forum online. Manga karya Gege Akutami, yang tamat pada akhir 2024 dengan chapter 271, kini kembali ke sorotan berkat volume 27 yang menduduki peringkat tujuh daftar buku grafis terlaris New York Times bulan ini. Bukan hanya soal penjualan, tapi bagaimana cerita tentang penyihir kutukan ini terus evolusi—dari petualangan remaja penuh darah hingga eksplorasi luka masa lalu di Modulo. Review ini akan kupas esensi Jujutsu Kaisen secara ringkas: plot yang mencekam, karakter yang tak terlupakan, dan legacy yang abadi. Di era di mana cerita supernatural mendominasi, Jujutsu Kaisen tetap jadi benchmark—santai tapi dalam, brutal tapi penuh makna. BERITA BASKET
Plot yang Mengikat: Dari Kutukan Sehari-hari ke Pertarungan Kosmik: Review Komik Jujutsu Kaisen
Inti Jujutsu Kaisen terletak pada premis sederhana tapi adiktif: Yuji Itadori, remaja SMA biasa, menelan jari kutukan kuno Sukuna demi selamatkan teman-temannya, dan tiba-tiba jadi wadah bagi raja kutukan itu. Dari situ, cerita meluncur ke dunia penyihir yang gelap, di mana kutukan lahir dari emosi negatif manusia—seperti rasa takut atau dendam yang menumpuk di sudut kota. Akutami pintar bangun narasi bertahap: awal ringan dengan misi sekolah penyihir, lalu eskalasi ke arc Shibuya Incident yang berdarah-darah, di mana kerugian besar ubah dinamika cerita. Tak ada plot hole besar; setiap twist, seperti pengkhianatan dari dalam, terasa organik, didorong oleh tema kematian dan warisan.
Di Modulo, spin-off yang rilis sejak awal 2025, plot bergeser ke pasca-perang—fokus pada penyembuhan dan bayang-bayang masa lalu. Chapter terbaru, keenam, perkenalkan kembali Mahito dalam kilas balik hospital yang mencekam, sambil fix kesalahan original series soal resolusi villain. Ini bukan sekuel paksa; malah, ia perbaiki pacing lambat akhir manga utama dengan narasi lebih intim, eksplorasi bagaimana trauma bertahan. Bagi pembaca baru, plot ini mudah diikuti—cukup mulai dari volume satu—tapi bagi veteran, ia beri kedalaman baru. Secara keseluruhan, cerita ini ajar bahwa pertarungan bukan cuma fisik, tapi juga melawan kegelapan dalam diri, membuatnya relatable di tengah isu mental health kontemporer.
Karakter yang Hidup: Dari Hero Biasa ke Anti-Villain Kompleks: Review Komik Jujutsu Kaisen
Yang bikin Jujutsu Kaisen beda adalah karakternya—bukan pahlawan sempurna, tapi manusia rapuh dengan beban berat. Yuji, protagonis utama, bukan tipe overpowered instan; ia bergulat dengan rasa bersalah karena Sukuna, yang sering ambil alih tubuhnya untuk aksi brutal. Ini ciptakan dinamika internal yang menegangkan, di mana Yuji belajar jujutsu sorcery sambil jaga kemanusiaannya. Pendukung seperti Megumi Fushiguro, dengan shikigami anjingnya yang keren, tambah lapisan strategi—ia wakili tema keluarga rusak yang dicari penebusan. Nobara Kugisaki, si gadis tangguh dengan palu dan paku, bawa energi feminisme santai, mati tragis di Shibuya yang bikin hati hancur.
Gojo Satoru, guru buta dengan teknik infinity, jadi favorit karena karisma cueknya yang sembunyikan kedalaman—ia bukan mentor biasa, tapi simbol harapan rapuh. Di sisi villain, Sukuna adalah masterpiece: egois, licik, tapi punya filosofi darwinisme yang bikin pembaca simpati diam-diam. Modulo lanjutkan ini dengan revive karakter mati seperti Nanami di arc baru, bukan sekadar fan service, tapi eksplorasi “what if” yang perbaiki akhir ambigu manga utama. Karakter-karakter ini tak statis; mereka berkembang lewat kerugian, membuat pembaca invest emosional. Di 2025, saat season tiga anime direncanakan bahas villain kontroversial lebih dalam, karakter ini siap jadi ikon lagi—santai di permukaan, tapi kompleks di inti.
Seni dan Narasi: Gaya Akutami yang Brutal tapi Elegan
Gaya seni Akutami adalah pesta visual: panel dinamis penuh garis tebal untuk aksi cepat, kontras dengan close-up wajah emosional yang halus. Kutukan digambarkan mengerikan—bentuk abstrak dari emosi manusia, seperti tangan raksasa dari rasa takut—bikin halaman terasa hidup dan mencekam. Narasi tak linear; flashback pendek sisip di tengah pertarungan, bangun misteri tanpa bikin bosan. Ini mirip film thriller, di mana dialog tajam potong ketegangan, seperti Gojo bilang “I’m the strongest” sebelum chaos meledak.
Di Modulo, seni berevolusi ke nada lebih gelap—bayang-bayang panjang di chapter enam simbolkan trauma yang kembali, dengan inking lebih tebal untuk nuansa noir. Akutami hindari fanservice berlebih; aksi fokus pada choreografi pintar, seperti teknik domain expansion yang ubah ruang jadi medan perang pribadi. Kekurangannya? Pacing kadang terlalu cepat di arc akhir, tapi spin-off perbaiki dengan ritme lebih tenang. Secara keseluruhan, seni ini tak cuma cantik, tapi fungsional—dukung tema filosofis tentang kutukan sebagai metafor depresi. Bagi pembaca komik Barat, ini jembatan sempurna ke shonen modern: aksesibel tapi artistik.
Kesimpulan
Jujutsu Kaisen, dari manga utama hingga Modulo yang segar di Oktober 2025, adalah masterpiece yang campur brutalitas dengan empati mendalam. Plotnya mengikat, karakternya bernyawa, seninya memukau—semua ciptakan legacy yang tak pudar, bahkan setelah tamat. Di tengah bestseller list dan rencana adaptasi baru, cerita ini ingatkan: melawan kegelapan dimulai dari dalam. Bagi pemula, mulai sekarang; bagi fans lama, Modulo janji babak baru. Santai aja, tapi siap-siap: sekali baca, susah lepas. Akutami telah ubah genre, dan itu indah pada waktunya.