Review Komik Dr. Stone. Pada 11 Oktober 2025, komik Dr. Stone kembali menjadi topik hangat di kalangan penggemar manga, seiring berakhirnya adaptasi anime season terakhir yang dijadwalkan rampung pada 2026. Hampir tiga tahun sejak manga asli tamat, seri karya penulis Riichiro Inagaki dan ilustrator Boichi ini terus memicu diskusi segar, terutama di forum online di mana pembaca berbagi ulasan tentang bagaimana sains jadi senjata utama petualangan. Dengan lebih dari 27 juta kopi terjual secara global, Dr. Stone bukan hanya hiburan, tapi juga jembatan antara fiksi dan pengetahuan nyata. Di tengah tren manga edukatif yang naik daun, artikel ini mereview esensi seri ini, dari plot inti hingga daya tariknya yang abadi, mengapa ia layak dibaca ulang di era digital yang haus inovasi. BERITA BOLA
Ringkasan Singkat Komik Ini: Review Komik Dr. Stone
Dr. Stone bercerita tentang dunia pasca-apokaliptik di mana seluruh umat manusia tiba-tiba berubah menjadi batu akibat fenomena misterius. Tokoh utama, Senku Ishigami, seorang remaja jenius yang terbangun setelah ribuan tahun, memulai misi ambisius: membangun kembali peradaban dari nol menggunakan ilmu pengetahuan murni. Dengan moto “sepuluh miliar persen sains,” Senku merekrut teman-temannya, termasuk atlet kuat Taiju Oki, untuk menciptakan alat-alat sederhana seperti api, obat-obatan, hingga teknologi canggih seperti listrik dan telepon.
Serial ini berlangsung dalam 27 volume, dimulai dari era Stone World di mana Senku membentuk kerajaan sains kecil, hingga ekspedisi global melawan Kekaisaran Tsukasa yang anti-teknologi. Konflik utama muncul dari bentrokan ideologi: sains versus kekuatan fisik, dengan elemen misteri tentang penyebab petrifikasi yang terungkap secara bertahap. Cerita penuh eksperimen nyata—dari membuat asam sulfat hingga roket—yang diilustrasikan dengan detail akurat, membuat pembaca merasa ikut terlibat dalam proses rekonstruksi. Manga ini tamat pada Maret 2022, meninggalkan akhir epik di mana sains menyelamatkan umat manusia, tapi petualangan Senku terasa tak pernah benar-benar usai.
Alasan Komik Ini Bisa Populer: Review Komik Dr. Stone
Keberhasilan Dr. Stone terletak pada perpaduan unik antara petualangan shonen klasik dan pendidikan sains yang seamless. Diluncurkan pada 2017 di majalah Weekly Shonen Jump, seri ini cepat naik daun berkat seni Boichi yang dinamis—panel-panel penuh aksi dan detail teknis yang membuat setiap eksperimen terasa hidup, seperti ledakan kimia yang spektakuler. Tema rekonstruksi peradaban pasca-bencana resonan di era iklim dan pandemi, di mana pembaca haus cerita tentang ketahanan manusia melalui pengetahuan, bukan sihir.
Popularitasnya meledak berkat adaptasi anime yang setia, dengan season ketiga “Science Future” yang tayang 2025 dan finale 2026, menarik jutaan penonton baru. Di Barat, seri ini jadi pintu masuk manga edukatif, seperti yang dibahas Boichi dalam wawancara Mei 2025 tentang pertumbuhan genre di luar Jepang. Elemen humor dari interaksi Senku yang sarkastik dengan karakter lain, plus plot twist seperti perang ideologi, buatnya mudah diakses untuk remaja hingga dewasa. Hingga kini, spin-off dan light novel memperpanjang umurnya, dengan komunitas online yang aktif membahas akurasi sainsnya—seperti rumus yang benar-benar bisa dicoba di rumah. Singkatnya, Dr. Stone populer karena ia buktikan sains bisa jadi hero epik, bukan pelajaran membosankan.
Sisi Positif dan Negatif dari Komik Ini
Sisi positif Dr. Stone sangat menonjol: ia jadi guru sains terbaik dalam bentuk hiburan, mengajarkan konsep seperti elektrokimia atau genetika melalui cerita petualangan yang mendebarkan. Pembaca sering bilang seri ini tingkatkan rasa penasaran ilmiah—banyak yang coba replikasi eksperimen Senku, seperti membuat lilin dari lemak hewan, tanpa merasa seperti belajar formal. Karakterisasi kuat, terutama Senku sebagai anti-hero jenius yang logis tapi manusiawi, beri inspirasi bagi pembaca muda untuk pikir kritis. Seni Boichi, dengan garis halus dan komposisi dramatis, tingkatkan immersi, sementara pacing keseluruhan konsisten tinggi, seperti yang dipuji ulasan volume akhir Agustus 2025. Secara budaya, seri ini promosikan kolaborasi global dan etika sains, membuatnya relevan untuk isu kontemporer seperti inovasi berkelanjutan.
Namun, ada sisi negatif yang tak bisa diabaikan. Beberapa pembaca kritik pacing lambat di arc sains panjang, di mana penjelasan rumus bisa terasa seperti kuliah mini, mengganggu alur aksi bagi yang suka shonen cepat. Trope karakter seperti “otaku jenius versus atlet bodoh” kadang terasa klise, meski dieksekusi dengan humor, dan akhir seri—fokus pada time machine—dibilang terlalu ambisius, kurangi fokus pada rekonstruksi awal. Di adaptasi anime season 4 Agustus 2025, beberapa ulasan sebut animasi tak selalu tangkap nuansa seni manga, meski cerita tetap solid. Selain itu, elemen kekerasan ringan dan stereotip gender minor bisa kurang inklusif bagi audiens modern. Meski begitu, kekurangan ini kalah oleh kekuatan edukatifnya secara keseluruhan.
Kesimpulan
Dr. Stone tetap jadi permata di dunia manga 2025, dengan ringkasan petualangan sains yang cerdas, popularitas dari seni memukau dan tema relevan, serta keseimbangan positif-negatif yang buatnya autentik. Seri ini ingatkan kita: di dunia yang runtuh, pengetahuan adalah batu fondasi bangkit. Bagi pemula, mulailah dari volume pertama—Anda akan keluar dengan otak lebih tajam dan hati lebih optimis. Dengan finale anime mendekat, Dr. Stone bukan akhir, tapi awal era di mana sains jadi cerita paling menarik. Jika Anda belum baca, saatnya bangun peradaban Anda sendiri—satu panel pada satu waktu.